Hukum Menjual Kulit dan Kepala Hewan Kurban |
Salah satu masalah yang muncul dalam setiap penyelenggaraan qurban Idul Adha adalah pemanfaatan kulit hewan qurban. Ada yang berpendapat bahwa kulit tidak boleh diperjul belikan, dan hanya boleh dibagikan. Disisi lain melimpahnya daging kurban sering menyebabkan bagian bagian tertentu dari hewan kurban tidak terolah dan terkonsumsi secara maksimal.
Tidak jarang jika kemudian ditemui praktik penjualan kulit, kaki ataupun kepala hewan kurban baik oleh panitia penyelenggara maupun masyarakat yang menerima. Untuk panitia hasil penjualan ada yang digunakan digunakan untuk membeli daging lalu dibagikan, ada juga yang dimasukkan ke kas masjid atau dana sosial. Sebenarnya sahkah praktik seperti ini
Hadis Nabi SAW tentang Menjual Kulit Kurban
Ada beberapa hadis Nabi SAW yang menyinggung tentang jual beli hasil sembelihan kurban
Hadis pertama:
Hadits Abu Sa’id, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلاَ تَبِيعُوا لُحُومَ الْهَدْىِ وَالأَضَاحِىِّ فَكُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَاسْتَمْتِعُوا بِجُلُودِهَا وَلاَ تَبِيعُوهَا
“Janganlah menjual hewan hasil sembelihan hadyu (sembelihan yang dihadiahkan oleh jamaah haji) dan sembelian udh-hiyah (kurban).Tetapi makanlah, bershodaqohlah, dan gunakanlah kulitnya untuk bersenang-senang, namun jangan kamu menjualnya.”
Walaupun hadits diatas ada yang menilai dho’if namun terdapat hadis lain walaupun spesifik menerangakan larangan menjual kulit saja
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلاَ أُضْحِيَّةَ لَهُ
“Barangsiapa menjual kulit hasil sembelihan kurban, maka tidak ada qurban baginya.” [HR. Al-Hakim, Hadits Hasan].
Dalil dari hal ini adalah riwayat yang disebutkan oleh ‘Ali bin Abi Tholib,
أَمَرَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لاَ أُعْطِىَ الْجَزَّارَ مِنْهَا قَالَ « نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا ».
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta kurban beliau. Aku mensedekahkan daging, kulit, dan jilalnya (kulit yang ditaruh pada punggung unta untuk melindungi dari dingin). Aku tidak memberi sesuatu pun dari hasil sembelihan kurban kepada tukang jagal. Beliau bersabda, “Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami sendiri”. [HR. Al-Bukhari dan Muslim].
Pendapat Para Ulama
Pertama, mayoritas ulama berpendapat bahwa kulit hewan kurban tidak boleh dijual tetapi diberikan atau disedekahkan kepada orang lain untuk dimanfaatkan. Ini adalah pendapat Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, Imam Ahmad, Ishaq, dll.
Pendapat ini berdasarkan hadis hadis diatas
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk menangani unta kurbannya, mensedekahkan dagingnya, kulitnya, dan aksesori unta. Dan saya dilarang untuk memberikan upah jagal dari hasil qurban. Ali menambahkan: Kami memberikan upah dari uang pribadi. [HR. Al-Bukhari dan Muslim].
Kedua, ada Riwayat dari Imam Ahmad, dan Imam Abu Hanifah yang membolehkannya. Abu Hanifah berkata, “Kulit boleh dijual dan nilainya bisa disedekahkan atau dibelikan barang yang bermanfaat untuk keperluan rumah tangga. Ini juga berpendapat Al-Hasan, An-NakhaiI untuk keperluan rumah tangga. Ini juga berpendapat Al-Hasan, An-Nakha’I dan Al-Awza’i.
Dalam kitab Tabyin al-Haqaiq [Kitab Madzhab Hanafi] dinyatakan,
“Jika dia menjual kurbannya dengan pembayaran uang dirham untuk disedekahkan dalam bentuk dirham, hukumnya boleh. Karena ini termasuk ibadah, sebagaimana sedekah dengan kulit dan dagingnya.” [Tabyin al-Haqaiq, 6/9].
Dalam kitab Tuhfah al-Maudud, Ibnul Qayyim menyebutkan beberapa Riwayat dari Imam Ahmad, di antaranya keterangan al-Khallal dari Abdul Malik bin Abdul Malik bin Abdul Humaid,
“Bahwasanya Abu Abdullah (Yaitu Imam Ahmad) pernah mengatakan ‘Sesungguhnya Ibnu Umar menjual kulit sapi, kemudian beliau sedekahkan uangnya.’” (Tuhfah al-Maudud, hlm. 89).
Ketiga, Imam As-Syaukani menyampaikan bahwa memang ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang menjual kulit hewan kurban. Beliau mengatakan,
Ulama sepakat bahwa daging kurban tidak boleh dijual, demikian pula kulitnya. Sementara al-Auza’i, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan salah satu pendapat ulama Syafiiyah yang mengatakan, “Uang hasil menjual kurban disedekahkan sebagaimana hewan kurban.” (Nailul Authar, 5/153).
Apakah Hukum Panitia Menjual Kulit Hewan Kurban?
Kedudukan panitia adalah sebagai wakil dari mudhahi (orang yang berkurban) menurut pendapat mazhab Syafi’i hukumnya haram menjual kulit dan bagian lain dari hewan kurban baik kurban wajib maupun sunnah.
Kareana mayoritas umat muslim di Indonesia mengikuti madzhab Imam Syafi'iy maka jika ingin mengikuti pendapat Imam Syafi’i solusinya, kulit kurban atau bagian tubuh lainnya diberikan terlebih dahulu kepada fakir/ miskin, kemudian fakir/ miskin kulit tersebutlah yang mempunyai hak untuk menjual.
Dikhususkan fakir miskin karena pemberian yg diserahkan kepada mereka berstatus milk sehingga bebas mengelolannya. Adapun kepada selain fakir/miskin berstatus sebagai dhiyafah ( hidangan) saja yang hanya boleh mentasharufkan untuk semacam dimakan, sedekah, dan sajian tamu.
Ada pendapat ghorib/ langka dari kalangan Asy Syafi'iyyah yang membolehkan penjualan ini kemudian hasilnya dibagikan sebagaimana ketentuan dalam kurban
Atau dalam hal ini mengikuti madzhab Imam Abu Hanifah yang memperbolehkan penjualan kulit dengan ketentuan hasil penjualan disedekahkan atau dibelikan alat/ perabot yang bermanfaat. Tidak diperbolehkan jika kembali hasi penjualan diberikan kepada mudhohy, operasional panitia, dan tidak boleh pula dibelikan daging.
Wallahu a’lam.